Get Study
the way how to get a simple study
Google
 
Web http://getstudy.blogspot.com

Dari Sebuah intermezzo: Tua di Kantor atau Tua di Jalan?

Labels:

Kita sebagai pegawai kantoran pada proses peningkatan kemampuan dan kompetensi selalu dibekali dengan informasi dalam bentuk pelatihan, sosialisasi dan pembekalan-pembekalan yang beraneka rupa sesuai dengan bidang pekerjaan kita masing-masing. Saya, kali ini termasuk pegawai yang tak luput dalam perolehan kesempatan yang serupa.
Beberapa waktu yang lalu saya berangkat ke Kantor Pusat Jakarta mewakili Bank Indonesia Makassar, khususnya Seksi Kas untuk suatu sosialisasi yang berkaitan dengan jasa penukaran pihak ketiga, PPUPK. Tetapi disini saya tidak sedang mencoba untuk sharing ilmu yang saya dapat dari sosialisasi tersebut, namun jika boleh ingin sekedar berbincang monolog dengan Saudaraku sekalian yang budiman dan kritis akan keadaan sekitar.
Singkat kata, sesampainya di Bandara Soekarno Hatta Cengkareng saya sudah memutuskan untuk menumpang bis Damri tujuan Gambir. Karena kebetulan Hotel tempat nanti menginap adalah Aryaduta di sekitar bundaran patung Pak Tani. Alasan idealnya sih biar bisa melihat kondisi kampung halaman terkini karena kebetulan juga saya besar di Jakarta. Tetapi alasan sebenarnya biar bisa irit uang perjalanan dinas. Itu jujur.
Hitung-hitung, kalau saya naik bis jam 12 siang, kira-kira jam setengah satu bisa tiba di Gambir. Kalau macet-macet ringan paling jam satu kurang sedikit. Tetapi astaga. Siapa nyana siapa duga, ternyata perjalanan menghabiskan waktu tiga jam! Sepanjang tol bukannya bebas hambatan malah rasanya seperti dihambat kiri-kanan. Memang, ini merupakan hal yang lazim untuk kota kosmopolitan seperti Jakarta. Seharusnya saya ingat ungkapan ”Ini Jakarta, Bung!”. Dan semestinya saya maklum itu. Namun saya lupa mempersiapkan dan membiasakan diri kembali untuk kondisi seperti ini. Kontan saya langsung bad mood abis. Habis mau bagaimana lagi. Kalau di jalan biasa saya bisa turun dari bis dan panggil ojek, terus keluar-masuk kampung lewat jalan tikus. Tapi ini di jan tol, Bapak-Ibu yang terhormat. Keluar tol terdekat kira-kira masih 2 km, dan saya lagi malas jalan kaki siang-siang dengan beban tas yang lumayan berat. Dan mustahil juga kalau harus lompat dari tol yang tingginya lebih dari 4 meter. Selain bakal jadi tontonan orang, untuk patah kaki 3 ruas, atau minimal keseleo permanen sangatlah mungkin. Jadi, apa yang kemudian sebaiknya saya lakukan? Yah, bersabar saja dan nikmati keadaan yang ada.
Sambil menahan jengkel karena tak bisa langsung pulang ke rumah orang tua dan bersua dengan sanak-kerabat, saya tarik nafas dalam-dalam dan mencoba memikirkan hal-hal yang menyenangkan tentang kampungnya orang betawi ini.

←↑→↓↔↕→

Peraturan lalu lintas three in one yang sempat heboh itu dan yang baru-baru ini mengenai fasililitas transportasi busway sepertinya tak mengurangi masalah rutin kemacetan di Jakarta. Beruntung kita sebagai pegawai kantoran karena diberi keleluasaan waktu dalam hal penggunaan hari dalam perjalanan dinas. Misalnya perjalanan dinas saya kali ini. Pelaksanaan acara hanya satu hari, tetapi perjalanan dinas selama tiga hari. Satu hari untuk berangkat dan satu hari untuk pulang. Menurut saya pribadi kita dapat beberapa keuntungan dari ketentuan ini. Selain kita dapat cukup beristirahat karena perjalanan yang mungkin melelahkan, juga untuk mengantisipasi hal-hal yang tak terduga, seperti kemacetan panjang yang saya alami di atas. Karena saya tahu bahwa ada instansi yang cukup ketat dalam hal perjalanan dinas. Jadi kesimpulannya, nyamanna tawwa kerja di BI!
Ya, thanks God, perasaan saya sudah mulai membaik sekarang. Tapi memang mesti diakui bahwa bekerja di Jakarta mau tak mau kita harus lebih bergegas dan serba dini dalam hal bertransportasi. Apalagi bagi rekan-rekan pegawai yang tinggal di pinggiran kota Jakarta. Penduduk marjinal, katanya pesimis. Paling yang dapat dihandalkan hanya kereta listrik. Paling kalau mau naik kendaraan pribadi cuma hari Sabtu - Minggu kalau mau jalan-jalan sama keluarga.
Seperti yang pembaca sudah tahu, bagi mereka yang masuk kantor jam 7 pagi, minimal jam 5.30 sudah bergegas dari rumah. Naik motor atau angkatan umum ke stasiun, lanjut naik kereta tujuan Gambir. Apapun keretanya, bisnis, eksekutif atau ekonomi, pasti penuh juga. Walaupun bisa diperkirakan waktu untuk sampai di tujuan, teteup, berasa juga kalau tiap hari rutinitasnya begitu-begitu saja. Sampai-sampai terpikir banyak cara untuk menyiasati agar tidak merasakan waktu berjalan. Dengerin music player, baca koran, atau punya klub dadakan olah pikir, gaple. Saking solidnya, nongkrong sambil main gaple di kereta sudah berkembang dengan pesat. Buktinya sekarang, sampai punya acara silaturahmi ke rumah-rumah dan arisan segala. Ck, Ck, Ck.
Malah bagi mereka yang jalur rumahnya tidak dilewati jalur kereta listrik tapi menggunakan bis kota, punya perkumpulan milis (mailing list) sendiri. Namanya ada yang Numpang_yuk@....com, 3.in.1@......com, dll. Caranya berdasarkan informasi yang ada dalam milis, tiap harinya mobil yang ditumpangi bisa berganti-ganti. Buat yang kena giliran bawa mobil berhenti di tempat yang ditentukan untuk menjemput penumpang yang janjian di milis. Nah, tiap penumpang urunan buat beli bensin seadanya Mungkin walaupun biayanya sama, tapi yang jelas gak usah desak-desakan dan lama nungguin bis segala. Pokoknya everybody happy, deh.
Karena makin ruwetnya kondisi yang terjadi dalam hal transportasi di Jakarta, sampai pernah ada yang bilang sama saya kalo di KBI tuh orang jadi tua di kantor. Kalo di KP orang malah jadi tua di jalan. Soalnya walaupun teng – go pulang, tetap aja sampai di rumah bisa di atas jam 6-7 karena macet. Jadi ada yang lama-lama tunggu di kantor atau nongkrong dulu. Pas jalanan udah agak lengang baru pulang. Memang sih gak sepenuhnya benar begitu. Namanya juga komentar liar, jadi yang dilihat cuma sepintas aja.
Namun seperti biasa, saya ambil positifnya aja. Apa itu? Kita di KBI mempunyai lokasi rumah yang relatif tidak begitu jauh dari kantor. Walaupun ada yang jauh tetap saja lebih cepat sampai di rumah dibandingkan dengan lokasi rumah yang dekat dengan kantor di Jakarta. Jadi selagi mengamati orang-orang di pinggir jalan dengan kehidupan dan pikirannya sendiri, saya membayangkan kembali kehidupan di KBI. Pulang ke rumah dengan rileks sambil senandungkan lagu ‘rumah kita’ nya Godbless dan menikmati lengangnya jalanan rute pulang.
. Sebaliknya kalau teman-teman dari KP datang ke KBI, jalan-jalannya pasti ke situ-situ aja. Ngebosenin katanya. Tapi mungkin itu tidak sepenuhnya benar. Karena apabila kita datang dari tempat yang ’hingar-bingar’ ke tempat yang ’adem ayem’ pastilah terasa tidak begitu dinamis.
Walaupun begitu bagi rekan-rekan di Jakarta, suka tidak suka kemacetan sudah bagian dari hidup. Bagi mereka, mau tidak mau cuma dua kemungkinan bisa di dapat; depresi atau semakin kuat dan resisten menghadapi tekanan. Namun apapun alasannya, bertugas di Jakarta selalu dirindukan. Karena hiburannya barangkali, sejuta harapannya mungkin, atau surga belanjanya.? Cocoklah bagi pribadi yang optimis. Sehingga pernah terpikir oleh saya untuk merasakan atmosfir yang serupa dengan rekan-rekan yang bertugas di Jakarta.
Anyway, tak terasa akhirnya sampai juga di hotel. Dan pada akhirnya pula saya cuma bisa berharap, semoga ketika kembali bertugas di Jakarta keadaan sudah semakin baik. Semoga.......


1 comments:

Kondisi ibukota semakin memprihatinkan. Ktanya mo ada monorail? sampe sekarang proyeknya gak selesai-selesai.



Belajar Blog Untuk Pemula

Tukeran Link yuk.....

GetStudy
caranya mudah : copy kode dibawah ini dan masukkan diblog sobat hasilnya seperi diatas....

my friend's blog link

all friends

threeD Band

threeD Band